HOME > OPINI > Dilema Bersama Mangrove

Dilema Bersama Mangrove

MANGROVEMAGZ. Siapa yang tidak suka berlibur ke pantai? Hampir semua orang akan memilih pantai sebagai destinasi wisata, selain daerah pegunungan. Saat berkunjung ke lokasi wisata berbasis pantai, akan dengan mudah bertemu dengan tanaman yang hidup di pinggiran pesisir. Pohon-pohon yang beberapa bagian tubuhnya tenggelam di bawah air laut ini, seringkali banyak yang menyebutnya sebagai bakau. Sebagian yang lain akan menyebutnya sebagai mangrove. Sebenarnya, bakau adalah salah satu jenis mangrove. Sedangkan mangrove adalah komunitas tanaman pepohonan yang hidup di kawasan pesisir.

Menikmati semilir angin dan deru ombak, tak hanya dijadikan alasan utama wisatawan memilih pantai sebagai tujuan wisata. Mangrove pun menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Ekosistem mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik. Indonesia memiliki tidak kurang dari 75 spesies mangrove. Tentunya sangat mudah menemukan keberadaannya di pesisir pantai. Tak heran, jika menjamurnya wisata mangrove dengan label ekowisata, seperti halnya di BJBR Probolinggo dan Pantai Clungup Malang. Selain itu, dari segi manfaatnya, hutan mangrove berperan dalam mencegah abrasi serta sangat penting dalam mitigasi perubahan iklim global.

Memetik Manfaat Mangrove
Mangrove tak hanya menyuguhkan keindahan, tetapi juga kebermanfaatan. Jika di darat ada pohon kelapa, maka di laut, lebih tepatnya pesisir ada mangrove. Mengapa mangrove dapat disetarakan dengan kelapa? Karena seluruh bagian tubuh mangrove dapat dimanfaatkan. Sebut saja batang pohonnya yang tua, dapat digunakan sebagai kayu bakar. Kulit batang, akar dan daunnya berpotensi dalam bidang farmakologis (pengobatan), dan buahnya yang tidak diragukan lagi kebergunaannya, sebagai salah satu sumber pangan. Maka sudah pasti, jika mangrove layak menyandang gelar tanaman serba guna versi di laut.

Mangrove Api-api (Avicennia marina).

Pemanfaatan sisi lain dari hutan mangrove adalah buahnya dapat digunakan untuk berbagai produk olahan. Terdapat 16 jenis mangrove, hanya beberapa yang dapat dijadikan produk olahan oleh masyarakat, seperti Rhizophora (Bako-bakoan), Avicennia (Api-api) dan Bruguiera (Pidada). Sebelumnya, buah mangrove diolah sehingga berubah bentuk menjadi tepung. Tepung inilah yang digunakan sebagai bahan substitusi atau tambahan yang menghasilkan beragam produk pangan. Produk yang bisa dihasilkan dari pengolahan dengan bahan baku mangrove, dintaranya adalah tahu, tempe, dodol, permen, keripik, aneka kerupuk bahkan fermentasi bakteri komposting hingga sabun.

Nasib Sang Mangrove
Dari segi ketersediaan, buah mangrove sangat melimpah dan bagi masyarakat pesisir mudah mendapatkan mangrove tanpa mengeluarkan biaya yang banyak. Semakin terkuaknya beragam potensi dari mangrove maka semakin tinggi pula pemanfaatannya. Mempelajari mangrove sebagai salah satu jurus jitu untuk semakin menggali seluk-beluknya. Tidak hanya mempelajari bagaimana perannya dari segi ekologis saja.

Selama ini, pemanfaatan buah mangrove masih terbatas pada program pemberdayaan penduduk. Namun akhir-akhir ini, penelitian mangrove sebagai sumber pangan dan obat-obatan semakin meningkat. Di tingkat perguruan tinggi, penelitian mangrove sebagai sumber pangan banyak dieksplorasi. Salah satunya pada Jurusan Teknologi Hasil Perikanan.

Dibalik sisi luar biasa manfaat mangrove kepada kehidupan manusia. Ada satu permasalahan penting yang perlu disadari. Walaupun jumlah mangrove yang melimpah, bukankah tidak mungkin jika keberadaannya akan semakin berkurang bahkan punah? Seperti ikan-ikan di laut, jika terus-menerus dieksploitasi, bukanlah tidak mungkin keberadaannya akan terancam. Belum lagi, lahan mangrove yang semakin tergerus dengan meningkatnya populasi manusia, pengalihfungsiannya menjadi lahan tambak dan semacamnya.

Mangrove merupakan bagian dari wilayah konservasi kelautan yang berarti perlu diperhatikan kelestarian dan aspek keberlanjutannya (sustainability). Walaupun sudah ada Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2012 yang berisi Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Namun belum ada peraturan secara gamblang, bagaimana cara memanfaatkan mangrove secara tepat dan bijak. Maka tak heran, jika ada pengalaman beberapa rekan mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan yang akhirnya menerima penolakan saat meminta izin melaksanakan Praktek Kerja Lapang pengolahan mangrove di suatu tempat.

Lalu, sebenarnya bagaimana cara memanfaatkan mangrove tanpa mengesampingkan sisi konservasi? Apakah sebenarnya mangrove boleh dimanfaatkan atau tidak boleh sama sekali? Siapa saja yang berhak melarang dan memberi izin akan eksploitasi mangrove?

Sebagai seorang mantan mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan. Tidak hanya pengetahuan teknis terkait pengolahan mangrove yang perlu diketahui. Kepedulian nasib mangrove dalam diri juga terus menggebu. Permasalahan pemanfaatan mangrove ini sudah banyak dibawa ke dalam ranah hukum maupun forum ilmiah. Namun perlu diketahui persoalan basic mengenai makna mangrove itu sendiri.

Banyak orang yang begitu mendukung pemanfaatannya. Namun banyak pula yang berdiri paling depan untuk menghadang atas nama konservasi. Sebagai upaya mengambil jalan tengah, maka diperlukan keterlibatan segala stakeholders. Mulai dari penduduk pesisir, ahli lingkungan hingga pemangku jabatan (pemerintah) dalam merumuskan landasan pengelolaan mangrove. Kita tunggu saja. Salam Lestari!

Referensi:
Djajati, S. dan D. F. Rosida. 2015. Pengembangan produk olahan mangrove dan perikanan di kawasan Pantai Wonorejo Surabaya. Prosiding Seminar Nasional “Research Month” 2015 Sinergi Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat untuk Menumbuhkan Kapasitas Inovasi di Bidang Teknologi, Pertanian, Sosial dan Ekonomi.

Pardede, E. 2013. Mangrove untuk mendukung lingkungan hidup, keanekaragaman hayati dan ketahanan pangan. Seminar Nasional Peranan Pers Pada Pembangunan Pertanian Berwawasan Lingkungan Mendukung Kedaulatan Pangan Berkelanjutan.

Parmadi JC , E. H., I. Dewiyanti dan S. Karina. 2016. Indeks nilai penting vegetasi mangrove di kawasan Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1 (1) : 82-95.

Senoaji, G. dan M. F. Hidayat. 2016. Peranan ekosistem mangrove di pesisir Kota Bengkulu dalam mitigasi pemanasan global melalui penyimpanan karbon. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 23 (3): 327-333.

(Foto: dokumentasi pribadi).

Open chat
1
Salam MANGROVER! Halo, ada yang bisa kami bantu?