MANGROVEMAGZ. Tak bisa dipungkiri, Indonesia memanglah negeri yang berkecukupan dengan banyak kekayan alam yang melimpah. Dari berbagai negara dan seantero semesta, Indonesia hampir memenuhi standar kelengkapan dibandingkan dengan negeri lainnya. Belanda tidak punya gunung, Swiss tidak punya pantai, Singapura tak punya sawah, Arab Saudi tidak punya hutan, Jepang hanya memiliki sedikit kekayaan mineral, sementara Indonesia punya semua.
Dengan fakta yang memang benar adanya terjadi, seharusnya Indonesia dapat menjadi tempat favorit dan dapat meningkatkan income dalam bidang perekonomian. Tapi, tidak dengan apa yang terjadi saat ini, pendapatan devisa negara acap kali terjun payung karena mungkin faktor internal dari masyarakat Indonesia yang belum mampu merawat semestanya dengan baik.
Dengan hal ini, Indonesia memiliki banyak sekali kekayaan yang mendasar. Indonesia mempunyai kawasan yang cukup strategis dengan keadaan ekologi, geologi dan geografinya. Tanah subur yang mengendap di daratan dan lautan Indonesia senantiasa menumbuhkan banyak sekali tumbuh-tumbuhan alam yang memberikan manfaat dan benefit bagi penghuninya.
Hasil bumi, baik tambang, mineral, dan segala sesuatu yang terkandung seakan menjadi sumber dan bekal yang telah dititipkan oleh-Nya kepada penghuni surga Indonesia. Bukan hanya itu, keindahan alam juga menjadikan Indonesia sebagai tetesan surga yang berada di dunia.
Kekayaan maritim-pun demikian. Indonesia menjadi salah satu negara maritim terbesar dan penyumbang aset perikanan. Hal ini tentu membuat nama Indonesia masyhur dengan segala kekayaan yang teranugerahkan oleh-Nya.
Meninjau kebutuhan tersier manusia yang memiliki jiwa petualang, Indonesia menyajikan dan menyuguhkan banyak tempat wisata yang dapat menyegarkan dan menggiurkan jiwa pesiar yang meronta ronta.
Tampaknya, banyak masyarakat yang lebih memilih tadabbur keindahan alam daripada merogoh kocek banyak uang untuk kebutuhan penyegaran mata dan ruhaniah di dalam mall, gedung, hotel, taman wisata buatan dan lain sebagainya.
Banyak masyarakat yang memilih untuk menghirup udara segar daripada berdesakan di dalam ruangan tinggi menjulang atau hanya sekedar untuk kebutuhan penampilan. Maka salah satu tempat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pesisir atau keindahan alam lautan dapat menjadi salah satu pilihannya.
Nyaris dari seluruh pelosok kota dan daerah di negeri Indonesia menjadikan ujung dari jazirah yang ditempatinya menjadi salah satu tempat wisata. Sekali lagi, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jiwa pesiar yang meronta-ronta, tetapi juga dijadikan sebagai lapangan pekerjaan dan penghidupan bagi masyarakat setempat.
Ironinya, banyak dari jajaran turis dan pelancong hanya dapat menikmati keindahan alam yang disajikan tanpa jiwa kepemilikan untuk merawat. Banyak kalangan yang hanya ingin menikmati tanpa ingin menjaga. Hanya ingin berkunjung tanpa ingin menjunjung tinggi nilai kebudayaan alam yang terkandung.
Mayarakat hanya berpikir seberapa banyak membangun tetapi lupa bagaimana cara untuk menanam dan menjaga. Hanya ingin cepat mendapatkan investasi tanpa dilalui proses konsistensi untuk memiliki. Inilah yang menjadi problema pejuang pelestari wisata alam. Salah satunya wisata alam pesisir dan pantai di Indonesia.
Padahal, penduduk lokal setempat selalu mengupayakan untuk selalu melestarikan alam dan keindahan untuk disajikan, tetapi jarang mendapatkan timbal balik dan dukungan oleh para penikmat wisata. Upaya ini dilakukan, tak lain untuk regenerasi dari generasi ke generasi selanjutnya, dunia boleh gemerlap dengan modernitas pemikiran dan gayanya. Alam tidak boleh punah dan tetap punya popularitas dengan keindahan semesta-Nya.
Ada ratusan wisata pesisir dan keelokan bawah laut yang mempunyai daya tarik cukup tinggi di mata turis dan para wisatawan lainnya.
Untuk memanifestasikan itu, dibutuhkan juga intensitas perawatan maksimal juga kreatifitas dalam mengolah dan menyulap alam menjadi lebih menarik di mata wisatawan. Karena, tak sedikit keadaan alam yang sejatinya indah dan dapat menggaet para wisatawan, tetapi kurang menarik dan memenuhi kebutuhan publik, baik ditinjau dari segi kelayakan, keindahan, dan kenyamanan.
Apalagi, maraknya muda-mudi saat ini yang menjadikan tempat wisata sebagai kebutuhan konten media sosial. Maka, pelestari dan pengolah tempat wisatapun juga harus bisa menyesuaikan, sebagai contoh menyiapkan beberapa instagrammable corner untuk dijadikan spot foto yang menarik dan unik.
Apabila, penikmat konten tidak tertarik dengan hal ini, maka kemungkinan tempat wisata akan sepi pengunjung oleh turis lokal bahkan manca negara yang berdatangan. Bukan hanya hal itu, jika pengolah tempat wisata telah memenuhi kebutuhan yang telah tersebutkan sebelumnya tetapi gagal dalam pelestarian, maka keindahan, keelokan, ketertarikan wahana tempat wisata akan segera punah dalam beberapa waktu yang singkat.
Untuk menanggulangi permasalahan ini, ada beberapa tindakan sekaligus ide yang ditawarkan. Demi menjaga kelangsungan hidup makhluk yang berkebutuhan, dibutuhkan simbiosis mutualisme antara manusia dan makhluk-Nya yang lain. Baik itu hewan dan tumbuhan. Semuanya harus memiliki aksi, dukungan dan keuntungan.
Manusia memenuhi kebutuhan tumbuhan, pun kebutuhan kepada hewan, pun sebaliknya. Semuanya memberikan support satu sama lain dalam menjaga keteraturan alam. Bukankah semua telah ditakdirkan untuk saling membantu dan menguntungkan satu sama lain, baik antara manusia, hewan dan tumbuhan.
Budi daya mangrove (Rhizophora mucronata) atau dapat disebut juga dengan tumbuhan Bakau Betul, Bakau Hitam, Kulit Batang Hitam dapat dijadikan salah satu cara untuk menjaga kelangsungan hidup dan memberikan keuntungan satu sama lain. Pasalnya, hutan mangrove memberikan banyak sekali manfaat bagi manusia, dan hewan yang berlindung di balik akar-akarnya.
Mangrove dapat mengendapkan lumpur di akar-akar pohon bakau, sehingga dapat mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Tak hanya itu, banyak sekali ekosistem hewan laut yang membangun peradaban kehidupan di balik akar akarnya yang mentatut dasar laut. Sehingga ikan-ikan kecil dapat memanfaatkan ruang ruang dan celah untuk dapat ditinggali.
Adapun profit yang didapatkan oleh manusia dari hutan mangrove-pun beragam. Hasil buah dari tumbuhan ini pun dapat diolah dengan berbagai macam. Ada yang memanfaatkannya sebagai bahan dasar makanan, ataupun akarnya yang kering menjadi kerajinan tangan seperti tas, ataupun gantungan, sampah kayu kering, yang tak lain adalah limbah alami dapat dipoles menjadi barang yang antik bernilai jutaan rupiah dan lain sebagainya.
Tak hanya itu, view yang natural dapat diciptakan dari budi daya hutan mangrove. Tak sedikit penikmat konten dan masyarakat yang berjiwa instagrammable haus akan pemandangan alamiah. Hutan mangrove dapat memunculkan efek dan estetika yang lumayan memikat hati para pejuang konten. Masyarakat setempat sebagai pengolah tempat wisata juga dituntut untuk tetap kreatif dan inovatif menyulap pesisir menjadi lebih menarik dan tetap lestari.
Dengan adanya ini, diharapkan adanya feed back atau timbal balik dari kalangan turis dan pelancong wisata. Masyarakat tetap menjaga, merawat dan memenuhi kebutuhan wisata, turis dapat menikmati fasilitas dan ikut menjaga. Apabila terjadi suatu ketimpangan, maka tidak akan diciptakan rasa harmonisasi di seluruh pihak. Baik merugi untuk para turis dan pesiar sebagai manusia, dan juga kelestarian dan kelangsungan hewan dan tumbuhan.
Adanya keharmonisan oleh seluruh makhluk alam rasanya menunjukkan keadilan dan keromantisan semesta dan seisinya. Dengan hal ini pula, masyarakat lebih sadar dan paham tentang pelestarian alam dan kelangsungan multikultural antar makhluk hidup di semesta.
Mau disadari atau tidak, alam adalah tempat tinggal yang hakiki sebelum manusia kembali ke ranah tempat tinggal aslinya yang abadi. Sebelum penciptaan alam semesta dan seisinya, manusia diberikan amanat untuk dapat menjaga dan merawat segala sesuatu yang ada, tetapi mengapa pada akhirnya manusia justru merusaknya dengan alasan kepentingan pribadi. Sebelum akhirnya kembali ke pangkuan Tuhan, alam adalah tempat kembali dimanapun kita pergi.
Kita tidak dapat pergi ke Bulan, karena Bumi-lah yang menjadi tempat tinggal bagi manusia. Dalam konsep kehidupan, kita juga akan kembali ke tanah yang tak lain bagian dari alam. Bagaimana jika kita sebagai khalifah di bumi merusak alam yang tak lain adalah tempat tinggal bagi kita sendiri. Rasa egoisme dan individualisme bukanlah menjadi suatu prioritas untuk mencapai keromantisan antar makhluk alam di semesta.
Jika kita tidak mampu untuk menjaga keteraturan alam dan semesta-Nya, sama halnya kita mengingkari amanat yang telah diberi. Kapasitas manusia yang hidup di semesta bukanlah mereka yang berada di sekeliling kita saja. Tapi juga akan lahir anak cucu dan generasi generasi di masa selanjutnya. Jika kita saja sebagai manusia merusak alam, sama saja kita juga merusak rumah kita, dan seluruh populasi hewan tumbuhan lainnya.
Foto: dokumentasi pribadi.
Pelajar Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 3, Karangbayu, Widodaren, Ngawi, Indonesia.