Kita boleh berlega hati, bahwa ternyata masih ada segelintir orang yang memiliki semangat luar biasa dalam menyelamatkan hutan mangrove kita dari ancaman kepunahannya di masa mendatang.
Berikut ini adalah empat sekawan yang kami anggap sebagai Pahlawan Mangrove Indonesia, yang memiliki usaha dan karya luar biasa dan berjuang tulus, swadaya dan sepenuh hati dalam menyelamatkan hutan mangrove kita dari kerusakan yang semakin luas.
1. Suyadi
Pengetahuan Pak Yadi sangatlah luas, walaupun dia tidak mengenyam pendidikan hingga tingkat Profesor, namun para kuli tinta Indonesia, justru banyak menyebutnya sebagai sang Profesor Mangrove dari Rembang.
Tak tanggung-tanggung, mulai dari teknik pembibitan, identifikasi jenis, metode penanaman, cara pemeliharaan, hingga konsep pemberdayaan masyarakat dan pengaturan organisasi yang diterapkan sendiri secara otodidak di kelompok taninya, tak ayal membuat banyak orang terkagum-kagum.
Berjuang dari tahun 60-an, akhirnya Pak Yadi berhasil menghijaukan pesisir pantai Rembang yang dulunya gundul, menjadi lebat kembali dengan sabuk hijau mangrove, yang berderet hingga puluhan meter.
Finalis Kalpataru yang sudah banyak mendapatkan penghargaan lingkungan ini, merupakan tokoh mangrove nasional Indonesia, yang beberapa saat lalu diundang ke istana negara, untuk berjumpa langsung dengan Presiden SBY.
Saat ini, Pasar Banggi Rembang, sudah dibangun sebagai kawasan ekowisata mangrove, yang dijadikan rujukan oleh banyak institusi dari daerah hingga pusat di Jakarta, sebagai hutan mangrove percontohan, untuk pusat penelitian, pendidikan dan studi banding atas keberhasilan pengelolaan mangrovenya di kawasan pesisir Indonesia.
2. Lulut Sri Yuliani
Ibu Lulut, peraih Kalpataru dari pemerintah Indonesia ini adalah penemu batik mangrove, yang saat ini keindahan batiknya sudah begitu dikenal di Indonesia.
Selain menemukan batik mangrove, Bu Lulut, sapaan akrabnya, juga banyak memproduksi produk mangrove lainnya, seperti sabun, sampo, pencuci batik, dan masih banyak lagi.
Ibu Lulut menjadi tokoh mangrove nasional, karena berhasil memberdayakan masyarakat di sekitarnya, yaitu di Rungkut, Surabaya, dengan usaha batik mangrovenya, dan memiliki warga binaan di seluruh Indonesia, bahkan menjadi langganan pembicara sampai ke luar negeri, untuk menyosialisasikan batik mangrove asli Indonesia.
Saat ini, Bu Lulut masih aktif membina banyak warga binaannya di seluruh Indonesia, untuk mengembangkan batik mangrovenya agar semakin dikenal lagi, oleh seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia.
3. Ali Mansur
Pak Ali, demikian panggilan akrabnya, dianugerahi Kalpataru oleh pemerintah Indonesia, berkat jasanya yang luar biasa dalam mengelola kawasan mangrove di pesisir Tuban, Jawa Timur.
Beliau berhasil membudidayakan bibit mangrove berbagai jenis, diantaranya Bakau, Cemara Laut dan Tancang yang kini nampak lebat, tumbuh di pesisir Tuban.
Tak hanya itu, dengan konsep dan manajemen yang baik, seorang kyai pemimpin pondok pesantren ini, juga mampu meningkatkan mata pencaharian warga sekitar melalui budidaya mangrove.
Dibalik kesederhanaan dan kebersahajaannya, Pak Ali adalah Kamus Mangrove Berjalan, karena memiliki pengetahuan mangrove yang sangat luas.
Saat ini, Pak Ali masih aktif mengelola kawasan mangrove di Tuban, yang kini menjadi salah satu tempat wisata dan juga pendidikan, yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan, tak hanya dari Indonesia saja, tapi juga manca negara.
4. Soni Mohson
Pak Soni berhasil mengembangkan Wonorejo, sebagai sebuah lokasi budidaya mangrove di Surabaya. Bapak yang menghabiskan masa kecilnya di Bojonegoro, Jawa Timur ini, terkenal sebagai penemu Sirup Mangrove Bogem yang terkenal se-antero Indonesia.
Keuletan Bapak Soni dalam mencoba buah-buahan mangrove menjadi penganan, telah menghantarkan Kelompok Tani Wonorejo, Surabaya dikenal luas oleh masyarakat pesisir Indonesia.
Saat ini, jenang, sirup, cola dan penganan mangrove lainnya sudah berhasil diproduksi secara luas sehingga hasil budidaya mangrove yang dilakukan oleh warga Wonorejo, sudah bisa dirasakan manfaatnya tak hanya oleh masyarakat pesisir Surabaya saja, namun juga seluruh Indonesia. “Mari mulai memetik dan jangan menebang mangrove,” begitulah jargon Pak Soni.
Saat ini, selain terus aktif membina kelompok mangrovenya, Pak Soni juga kerap diundang sebagai pembicara oleh banyak instansi dari berbagai daerah, sebagai tenaga ahli dan juga penebar inspirasi dan semangat masyarakat untuk mengelola mangrove di daerahnya masing-masing.
Banyak sekali energi positif yang bisa diambil dari sikap hidup keempatnya. Mulai dari kesederhanaan, kearifan, keuletan dan semangat pantang menyerah dan keikhlasan untuk menyebarkan ilmu dan pengetahuan mangrove kepada masyarakat. Semoga kita semua dapat meneladaninya.
Traveller, love nature.