MANGROVEMAGZ. Ekosistem mangrove adalah suatu kesatuan lingkungan yang terbentuk oleh hutan mangrove beserta seluruh komponen biotik (makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme) dan abiotik (faktor fisik seperti tanah, air, dan iklim) yang saling berinteraksi di wilayah pesisir yang dipengaruhi pasang surut air laut.
Mangrove sendiri terdiri dari sekitar 73 spesies mangrove sejati tumbuh di wilayah tropis dan subtropis di lebih dari 120 negara, dengan keanekaragaman tertinggi di Asia Tenggara. Indonesia menjadi pusat keragaman global, dengan sekitar 45 spesies mangrove sejati, menjadikannya negara dengan jumlah spesies mangrove terbanyak di dunia. (Tomlinson, 1986; Spalding, 2010; dan Duke, 2017).
Salah satunya adalah dari genus Sonneratia sp. Genus Sonneratia adalah salah satu kelompok mangrove sejati dari famili Lythraceae yang banyak ditemukan di kawasan Indo-Pasifik, termasuk Indonesia. Tumbuhan ini memiliki akar napas berbentuk kerucut atau silinder untuk membantu pertukaran oksigen di tanah berlumpur yang miskin udara.
Daunnya tebal, berhadapan, dan berwarna hijau terang, sedangkan bunganya besar dan mencolok dengan benang sari panjang berwarna putih hingga kemerahan yang biasanya mekar pada malam hari. Buahnya berbentuk bulat, berdaging tebal, mampu mengapung, dan beberapa jenisnya dapat diolah dan dimakan, seperti buah pidada dari Sonneratia caseolaris.
Sonneratia umumnya tumbuh di zona depan hutan mangrove, dekat garis air atau muara sungai dengan salinitas rendah hingga sedang dan berperan sebagai vegetasi pionir di substrat berlumpur yang belum stabil. Spesies yang paling umum, meliputi S. alba, S. caseolaris, S. ovata, S. griffithii, S. apetala, dan S. lanceolata. Secara ekologis, Sonneratia penting sebagai habitat biota pesisir, penahan lumpur, sumber pakan alami bagi kelelawar penyerbuk, serta memiliki manfaat ekonomi karena buahnya dapat diolah menjadi makanan atau minuman.
Pohon genus Sonneratia di pesisir Kabupaten Brebes.
Sonneratia memiliki tajuk melebar dan akar napas (pneumatofor) yang tumbuh menyebar di permukaan tanah. Bentuk ini menuntut ruang terbuka agar pertukaran udara dan penyerapan cahaya matahari optimal. Berbeda dengan Rhizophora yang masih mampu tumbuh dalam kerapatan tinggi, Sonneratia merupakan jenis pionir yang memerlukan intensitas cahaya penuh. Jika tumbuh terlalu rapat, kompetisi cahaya akan menghambat pertumbuhannya.
Propagul Rhizophora dan buah Avicennia cenderung jatuh di sekitar pohon induk sehingga membentuk tegakan rapat. Sementara itu, buah Sonneratia terapung lebih lama di laut dan terbawa arus jauh sebelum berkecambah. Akibatnya, anakan Sonneratia sering muncul terpisah-pisah, tidak bergerombol.
Pada beberapa penelitian yang telah dilaksanakan, terdapat hal unik yang terdapat pada genus Sonneratia ini, spesies ini memiliki kecenderungan untuk melindungi dirinya sendiri terhadap pesaing atau kompetisi antar organisme disekitarnya. Sonneratia memiliki kandungan alelopati.
Alelopati pada Sonneratia merujuk pada kemampuan tumbuhan dalam genus Sonneratia untuk menghasilkan senyawa kimia yang dapat memengaruhi pertumbuhan, perkecambahan, atau kelangsungan hidup organisme lain di sekitarnya, baik tumbuhan pesaing maupun mikroorganisme. Fenomena ini umum dijumpai pada ekosistem mangrove, di mana tumbuhan bersaing dalam ruang yang sempit dengan kondisi tanah yang tergenang, miskin oksigen, dan kaya garam. (Li et al., 2004).
Namun, sebenarnya hampir semua spesies mangrove memiliki senyawa alelopati ini sehingga suatu spesies mangrove cenderung untuk berkumpul atau bertumbuh dengan spesies yang sama, dibandingkan tumbuh bersama dengan spesies yang lain. (ADM).
(Sumber foto: IKAMaT)
Sumber bacaan:
Tomlinson, P.B. (1986) The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge, 419.
Spalding, M. (2010) World Atlas of Mangroves. Routledge, London.
Li Mei, L. M., Liao BaoWen, L. B., Zheng SongFa, Z. S., & Chen YuJun, C. Y. (2004). Allelopathic effects of Sonneratia apetala aqueous extracts on growth performance of some indigenous mangroves.