MANGROVEMAGZ. Jalanan yang biasanya ramai lalu lalang kendaraan itu, berubah 180 derajat layaknya kota mati. Jangankan mobil dan motor yang lewat, orang-orang saja sepertinya enggan menampakkan batang hidungnya. Hanya suara menanam mangrove dalam senang.
Jarum jam di tangan menunjuk angka 4. Di atas kepala, langit masih gelap pekat, bintang-bintang pun masih tak dapat untuk dilihat.
Tetapi, di depan lobby kampus Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangerang sudah ramai orang berkumpul. Mereka kompak menggenakan baju warna biru dengan tulisan “We Care and The World will Change” di depannya.
“Ayok, temen-temen diabsen dulu, ya!,” suara panitia memecah keramaian. Kumpulan orang-orang itu adalah peserta dari Action With Mangrove II yang diselenggarakan oleh Mapala UMN. Mereka sedang bersiap-siap untuk berangkat ke Pulau Karya untuk melakukan penanaman mangrove dalam rangka memperingati Hari Bumi. (26/4/15).
Empat hari sebelumnya, mereka juga telah mendapat pengetahuan dasar tentang seluk beluk dan edukasi mangrove. Melalui pemaparan yang dilakukan Hendra Yusran Siry dari Kementrian Kelautan dan Perikanan serta Adithiyasanti Sofia dari Putri Bahari Indonesia 2012, ke-180 lebih peserta ini siap meyalurkan ilmu yang sudah diperoleh.
Setelah selesai didata, mereka bergegas naik ke bus masing-masing. Sebelum menempuh jalur laut, mereka juga harus melewati perjalanan darat menuju pelabuhan Muara Angke. Karena lengangnya ibukota Jakarta pagi itu, kurang dari satu jam, rombongan telah sampai di pelabuhan.
Tidak banyak memakan waktu lama, para peserta langsung melanjutkan perjalanan menggunakan perahu motor untuk menyeberang ke Pulau Karya. Banyak peserta yang sudah mengorbankan waktu tidurnya untuk bangun di pagi buta, karena itu mereka memilih melanjutkan tidurnya yang tertunda di dalam kapal.
Tiga jam lamanya para peserta diombang ambing lautan. Tepat jam 10 pagi, pemandangan dermaga pelabuhan Pulau Karya sudah mulai terlihat. Di seberang jembatan-dermaga, spanduk bertuliskan selamat datang terpajang menyambut rombongan dari UMN ini.
Dermaga pintu masuk ke Pulau Karya.
Wajah-wajah peserta yang sebelumnya lesu karena lamanya waktu tempuh, sirna seketika melihat suguhan pemandangan yang tersaji. Rimbun pepohonan alami menjulang tinggi, pasir putih dengan jernihnya biru air menjadi kombinasi yang menyejukan hati.
Kapal bersandar, para peserta berjalan menelusuri 100 meter jalan setapak. Setelah melewati kantor balai desa dan pos polisi, rombongan ini berhenti tepat di tengah lapangan voli. Disana telah menunggu Bupati Kabupaten Kepulauan Seribu, Tri Djoko Sri Margianto menyambut para peserta yang datang.
Di sela kesibukannya, Bapak Bupati menyempatkan datang untuk menemui para peserta.
“Saya senang sekali ada Adek-adek yang pada peduli dengan lingkungan,” sambutnya hangat.
Bapak Bupati memang sedang menggalakkan program wisata bahari di Kepulauan Seribu. Ia sangat menyambut niatan Mapala UMN dalam melakukan penanaman mangrove, dimana secara tidak langsung membantu program yang sedang diusungnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa kegiatan penanaman mangrove jangan hanya berhenti pada kegiatan ini saja, “Yang mau melakukan penanaman itu banyak sekali, tetapi pas dihitung jumlah luasannya dari tahun ke tahun, kok nggak ada yang nambah signifikan,” tuturnya.
Usut punya usut, ternyata banyak kegiatan itu yang dilakukan dengan tidak berkelanjutan. Kegiatan hanya sekedar bentuk seremonial belaka. Bapak Bupati berharap kegiatan kali ini berbeda dari yang sudah-sudah.
“Dari kemarin, banyak CSR-CSR penanaman 5 ribu bibit, 10 ribu bibit. Setelah itu ditinggalkan begitu saja,” jelasnya.
Sebelum melakukan penanaman, para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan bersih-bersih pantai. Mereka menyisir pantai untuk memungut sampah-sampah pengunjung yang ditinggalkan.
Mulai dari plastik, beling hingga gabus, banyak yang berserakan mengotori garis pantai. Alhasil, lebih dari 10 karung-penuh sampah berhasil dikumpulkan.
Aksi bersih-bersih pantai oleh peserta Action With Mangrove II.
Ada perasaan puas dan kecewa melihat volume yang dikumpulkan. Puas karena berhasil membersihkan pantai, kecewa karena banyaknya jejak sampah yang ditinggalkan pengunjung yang singgah atau berkemah.
Setelah itu, sampailah pada kegiatan yang ditunggu-tunggu untuk menanm bibit mangrove. Ada 2000 bibit mangrove jenis Bakau, dimana setiap orang kebagian 10 bibit untuk ditanam. Mereka bahu-membahu memindahkan bibit mangrove ke spot penanaman per kelompok.
Banyak dari peserta yang baru pertama kali melakukan penanaman mangrove, “Ini pengalaman baru dalam menanam mangrove dan awalnya agak bingung,” ujar Alvin salah satu peserta.
Masing-masing kelompok diberikan satu pacul untuk membuat media tanam 1 meter x 1 meter. Para peserta secara bergantian menggali pasir pada spot yang ditentukan.
“Agak susah, ya. Karena paculnya gampang bengkok,” seru Alvin sambil tertawa.
Setelah media tanam siap, tiap 50 bibit Bakau ditanam pada lahan tersebut. Penanaman dilakukan dengan sistem bergerombol dan berdekatan. Penanaman dalam bentuk ini guna meminimalisir jumlah bibit yang mati, mengingat karateristik ombak di Pulau Karya yang besar.
Selain itu, tidak ada media tambahan ajir atau bambu yang biasa digunakan sebagai penopang bakau untuk tumbuh.
Meski hari semakin siang, para peserta tidak kehilangan antusiasnya. Peserta perempuan juga tidak kelihatan risih melakukan penanaman. Sedikit demi sedikit, bibit ditimbun hingga akhirnya habis tidak bersisa.
Tidak lupa juga, mereka mengabadikan gambar maupun selfie untuk di-upload ke media sosial.
Aksi Putri Bahari Indonesia, Adithiyasanti Sofia sebelum menanam mangrove.
Peluh keluar, tenaga telah dihabiskan dan yang tersisa tinggalah senang. Senang, menikmati pesona pantai ditengah padatnya kegiatan. Senang, menghabiskan waku bersama kawan. Senang, karena melakukan kebaikan untuk alam.
180 lebih peserta telah melakukan aksi penanaman mangrove di Pulau Karya.
Alam akan mengajarkan mangrove bagaimana bertahan dari terpaan badai. Seiring waktu berjalan, mereka akan tumbuh kuat dan lebih kuat lagi. Akarnya akan tumbuh melengkung, menghujam tanah, menahannya dari gelombang besar. Cabang batang akan membuat persimpangan, memberi jalan pada dedaunan untuk rindang.
Pada waktunya, mereka siap untuk menahan abrasi pantai. Ia juga akan menjadi sumber kehidupan biota alam, bersembunyinya kepiting hingga ikan-ikan. Akhirnya yang diciptakan adalah… senang.
(Sumber foto: dokumentasi pribadi).
I want to be forever young or let me die young.