MANGROVEMAGZ. Penghargaannya sudah tiga tahun silam (wawancara dilakukan tahun 2015 – red), tepatnya tanggal 24 November 2012. Bertempat di @america Pacific Place, Jakarta, Annisa Pertiwi yang akrab dipanggil Icha, menerima penghargaan Youth Educators Award kategori Nature yang diberikan oleh Youth ESN (Youth Educators Sharing Network) sebagai bentuk apresiasi mereka kepada para pendidik muda yang telah berjasa dan berkiprah bagi dunia pendidikan di Indonesia. Penghargaannya sendiri terdiri dari beberapa kategori, yaitu Nature, Economy, Social dan Well-Being. Icha adalah anak “kedua”, dari dua bersaudara, ayahnya swasta dan sang Ibu, guru SMP.
“Sebenarnya aku nggak ngusulin, tapi aku dicalonin. Awalnya, mulai 16 Juli sampai 6 Agustus 2012 dulu, aku dan teman-teman organisasiku, waktu itu ngadain kegiatan MGTS (Marimas Goes To School – red). MGTS ini program CSR (Corporate Social Responsibility – red) dari sebuah perusahaan minuman yang bekerja sama dengan organisasiku, KeSEMaT (Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur – red), yang memberikan kesempatan buatku untuk mengetuai MGTS,” kisahnya.
Icha (dua dari kanan) saat menerima penghargaan Youth Educators Award kategori Nature.
Waktu itu, Youth ESN menganugerahkan penghargaan kepada Icha karena kiprahnya dalam memberikan pengajaran mangrove kepada ratusan murid di 32 SD pesisir di Semarang, saat program MGTS yang dilaksanakan di awal hingga pertengahan tahun. Trophy dan sertifikat diberikan langsung oleh Ketua Youth ESN, yaitu Yosea Kurnianto.
“Sebenarnya, terpilihnya aku menjadi ketua karena pada tahun sebelumnya, aku pernah diberi amanah sebagai Ketua KGTS (KeSEMaT Goes To School – red) yang diisi dengan kegiatan yang sama, yaitu pengajaran ekosistem mangrove dan lomba gambar mangrove ke dua SD aja, yaitu SD 1 Trimulyo dan SD 2 Trimulyo, Semarang,” ujarnya saat ditemui di Kantor KeSEMaT, baru-baru ini (24/2).
“Kegiatan MGTS terdiri dari pengajaran dan lomba gambar mangrove ke 32 SD yang ada di Kota dan Kabupaten Semarang, diantaranya ke SDN Purwoyoso 04, SDN Genuksari 02, SDN Ngaliyan 01, SD Muktiharjo Lor, SD Purwosari 02, SD Mangkangkulon 01, SD Gebangsari 01/02, SD Grisikdono 02-04, SD Bringin 02, SD Kuningan 02, SDN Mlatiharjo 01, SD Manyaran 01, dan SD-SD lainnya,” terangnya.
Pemberian penghargaan Youth ESN dilakukan dalam acara yang bertajuk WE-GO! (Waking Up The New Generation of Educators) yang dimulai pada pukul 14.00 WIB dengan talk show, yang antara lain diisi oleh Dhitta Putti S., selaku Program Director Ikatan Guru Indonesia, Christopher Lois selaku perwakilan dari Sampoerna School of Education, dan artis cantik Melanie Subono yang merupakan penyanyi, penulis, sekaligus seorang aktivis.
Icha tetap menyimpan kenangan manis itu. Gadis cantik berlesung pipit ini melanjutkan keterangannya, “Tujuan MGTS, dengan kegiatan ini, diharapkan para generasi muda kita, siswa atau siswi SD bisa dapat pengajaran tentang pentingnya ekosistem mangrove bagi kehidupan pesisir. Terlebih, Semarang itu kota di pesisir Pantura Jawa dan dikenal akan rob-nya, sehingga perlu banget kesadaran dan pengetahuan mangrove lebih dini. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk kampanye mangrove ke semua kalangan, termasuk kaum muda, dalam hal ini murid SD,” jelasnya panjang lebar.
Icha tergabung dalam sebuah organisasi mahasiswa bernama KeSEMaT. KeSEMaT merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa di bawah Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Organisasi ini sangat maju, berprestasi nasional dan internasional. Beberapa waktu lalu, KeSEMaT baru saja dinobatkan oleh Yayasan Kehati, sebagai pemenang di KEHATI Award 2015 untuk kategori Tunas Lestari Kehati atas kiprahnya menjadikan Mangrove Sebagai Gaya Hidup.
“Di organisasiku sendiri ada banyak kegiatan mangrove, disebut mangroving, diantaranya penanaman mangrove, pembibitan mangrove, pemeliharaan mangrove, seminar mangrove, dan pelatihan-pelatihan mangrove lainnya yang diselenggarakan secara kontinyu dan berkelanjutan di setiap tahunnya. Aku bersama teman-teman juga sudah membuat tayangan mangrove untuk program Citizen Journalism di salah satu stasiun TV swasta nasional. Karya kami berjudul Batik Bakau Semarang.”
Menurut Icha, saat pemberian penghargaan, ada juga sesi Love Post Card yang dibagikan kepada seluruh pengunjung @america untuk menuliskan pesan dan kesan kepada guru-guru mereka sebagai bentuk apresiasi dalam peringatan Hari Guru, yang jatuh pada tanggal 25 November. Prosesi Awarding Ceremony saat itu, dilakukan dengan mempersilahkan para penerima penghargaan untuk naik ke atas panggung.
Trophy ini saksi bisu perjuangan Icha, Sang Guru-Mangrove Muda.
“Kalau ingat masa-masa penghargaan itu, aku jadi keinget saat ngajar ke murid-muridku. Kesannya seru. Aku ngajar di sekolah pesisir sampai kota. Bahagianya, siswa-siswaku antusias banget sama mangrove. Aku sama tim, ngajar sehari, dua sekolah, mulai jam 7 pagi sampai sore, selama sebulan,” katanya dengan sorot mata menggebu. “Tapi, ngerasa berat banget awalnya, karena waktu itu pas bulan puasa, musim liburan dan teman-temanku pada pulang semua. Habis sahur, aku nggak pernah tidur, takut telat ngajar. Bahkan sempat nggak mandi, juga nyasar. Tapi, tetap senang, seru aja ngelihat anak-anak kecil, murid-muridku,” tambahnya bangga.
Icha mengakui, bahwa penghargaan yang diterimanya di tahun 2012 itu, merubah hidupnya. “Dulu, ada temanku yang kerja dan bisa beli jam tangan, hasilnya kerasa. Tapi, aku belum dapat apa-apa dari kerjaku ini. Waktu itu, semua kegiatan aku anggap harus ada imbalan materinya, akhirnya aku sadar, itu tidak benar. Buktinya, aku dapat penghargaan ini. Dari situlah, prinsip hidupku mulai berubah.”
Kurang lebih setengah tahun proses perjuangannya, mulai dari mengajar mangrove sampai dengan mendapatkan penghargaan. “November 2012 aku ke Jakarta nerima trophy-nya. Saat ngajar mangrove, aku berpikir murid-muridku beruntung banget, karena dapat ilmu mangrove sejak kecil, nggak kayak aku dulu. Ini bagus, karena masa depan bumi ini ada di pundak mereka. Bagus juga, saat ini mulai banyak gerakan menanam pohon di sana-sini. Konsep presentasi saat aku ngajar juga aku sesuaikan dengan target. Aku beri kartun lucu-lucu dan bahasa yang sederhana. Saat ngajar, kupancing dulu dengan pertanyaan: Adik-adik pernah ke pantai? Ada pohon di pantai, itu mangrove, namanya. Cantik, kan? Mangrove menarik bagi mereka, apalagi kalau aku ceritakan tentang daun, burung dan ikannya. Murid-muridku jadi senang.”
Mahasiswi semester akhir ini juga menceritakan bagian inspiratif di Awarding Night kala itu, yaitu saat penutupan acara. Ada sesi networking, dimana para peraih penghargaan diberikan kesempatan untuk saling berkomunikasi dan sharing atas pekerjaan dan penghargaan yang telah mereka raih. Keseluruhan acara selesai hampir Maghrib.
“Itu moment yang menurutku paling inspiratif. Waktu itu, aku ngerasa bukan apa-apa. Masih banyak yang lebih hebat dariku. Temanku yang dapat award di kategori lain, bahkan pernah mendongeng anti korupsi di Brazil.”
Acara dihadiri oleh sekitar 200 orang yang terdiri dari anak muda yang memang peduli terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Youth Educators Award ini, merupakan yang pertama kalinya diselenggarakan.
Icha melanjutkan kisahnya, kali ini dia membocorkan sebuah rahasia, potongan memori yang membuatnya menitikkan air mata, “Awalnya dicalonin seseorang. Nggak tahu juga siapa orangnya. Dia buat essay tentang profilku dan menang. Di akhir award, aku baru tahu yang nyalonin aku, Kak Gilang, teman satu organisasi. Awarding-nya bertepatan dengan Hari Guru. Agak deg-degan juga, sih, karena waktu itu pertama kalinya. Aku naik pesawat sendiri ke Jakarta. Lokasinya di Pacific Place, cukup eksklusif. Ada beberapa kategori, seperti Nature, Social dan lain-lain. Aku dapat di bagian Nature. Ini pertama kalinya dalam hidupku, dapat trophy. Ibuku guru, awarding-nya bertepatan dengan Hari Guru. Aku mendedikasikan penghargaan ini buat Nyokap. Bagian ini yang membuatku terharu. Gak pernah terpikir, aja. Apalagi, ada kakakku yang hadir. Kalau ingat perjuangan ke Jakarta, jadi tambah terharu. Waktu itu musim praktikum, jadi sempat terganjal juga, dengan birokrasi kampus.”
Icha bersama murid-muridnya. “Muridku, semangat hidupku,” ujarnya.
Kedepan, Icha berharap pengalamannya mengajar mangrove di 32 SD ini bisa menginspirasi anak muda Indonesia bahkan dunia agar tetap bersemangat menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove, demi menyapa masa depan yang lebih baik.
“Bekerja dengan tulus, jangan harap balas budi. Lakuin aja yang terbaik, cintai prosesnya dan niatnya ibadah. Percaya, deh. Suatu saat, kalau kita beri sesuatu ke A, walaupun A tidak membalasnya, yakin kok, kita bisa dapat dari B, C, D dan E,” pesannya.
Di akhir wawancaranya dengan kami, gadis yang hobi difoto ini menyampaikan sebuah motivasi, “Aku ingin mengukir kenangan yang baik, positif buat organisasi dan adik-adikku. Ini menjadi kebanggaan tersendiri buatku. Penghargaan itu memang sudah tiga tahun lalu, tapi itu benar-benar merubah cara pandangku terhadap hidup. Aku jadi lebih bijak dalam bersikap.”
(Sumber foto: Annisa Pertiwi).
Ordinary woman with extraordinary God.