HOME > CERITA > Pulau Penuh-Sejarah Kini Bergelut dengan Abrasi

Pulau Penuh-Sejarah Kini Bergelut dengan Abrasi

MANGROVEMAGZ. Ibukota lebih kejam dari ibu tiri. Kelakar ini muncul, seperti menggambarkan frustasinya pencipta selentingan ini, karena tinggal di Jakarta. Memang, begitu padatnya hiruk pikuk ibukota. Lebih dari 10 juta jiwa menggantungkan hidupnya!

Belum lagi ditambah macet, banjir dan deadline pekerjaan yang menambah pusing pikiran, duh! Kalau sudah begini, maka akhir pekan menjadi oase untuk melepaskan kefrustasian.

Ada yang lebih memilih beristirahat di rumah, merilekskan badan dan pikiran sebelum bergelut lagi dengan segala urusan. Tetapi, ada yang tidak rela akhir pekan lewat sekadarnya saja.

Bagi mereka yang ingin menyempatkan waktu menjadi pelancong dadakan, daerah penyangga seperti Bogor, Bandung dan Tangerang siap menampung dengan segala objek-objek wisatanya.

Meskipun begitu, Jakarta tidak kehilangan kemilaunya sebagai tujuan destinasi wisata. Kepulauan Seribu yang masih masuk wilayah administratif Jakarta, dapat menjadi tempat pelarian dari ramainya hiruk pikuk kota.

Akses ke Kepulauan Seribu
Untuk Menuju ke Kepulauan Seribu, ada beberapa alternatif perjalanan. Bagi kalian yang berkantong tebal, dapat melakukan perjalanan menggunakan fast boat dari Pelabuhan Marina Ancol.

Peta Muara Angke, di Google Map. Lingkaran adalah Pulau Kelor di Kepulauan Seribu.

Selain itu, Pemda DKI juga telah menyiapkan transportasi laut kapal motor bersubsidi yang berangkat dari Pelabuhan Kali Adem. Sayangnya, jumlahnya masih sangat terbatas. Jadi, apabila kalian bangun atau datang kesiangan, siap-siap saja gigit jari membatalkan liburan akhir pekan!

Tetapi tenang saja, kalian masih memiliki alternatif perjalanan yang merakyat dan murah meriah melalui Pelabuhan Muara Angke. Jangan pikirkan pelabuhan-pelabuhan resmi, semisalnya dari Pelni. Kawasan ini merupakan kombinasi pelabuhan pendaratan ikan, tempat pelelangan ikan, pasar tradisional dan pemukiman.

Jadi, bisa bayangkan bagaimana sibuknya kawasan ini ditambah becek dan menyengat bau ikan, sampah dan air laut yang mengental hitam, hffft.

Nah, untuk wisatawan yang ingin menyeberang, dapat menggunakan kapal-kapal ojek yang sandar dengan berbagai tujuan di Kepulauan Seribu. Ada Pulau Pramuka, Pulau Pari, Pulau Untung Jawa, dan lain-lain.

Pelabuhan Muara Angke, Jakarta.

Sekilas tentang kapal ojek, kapal ini adalah perahu tradisional dari kayu yang dipergunakan oleh penduduk untuk mengangkut wisatawan dari Jakarta ke Pulau Seribu. Bagi yang menggunakan transportasi ini, kalian harus siap berbagi tempat dan duduk lesehan dengan yang lainnya.

Perjalanan ke gugusan pulau di Kepulauan Seribu memang cukup memakan waktu, oleh karena itu, ada yang lebih memilih tidur selagi menunggu. Untuk yang memilih menikmati suasana laut, jangan sampai lewatkan pemandangan disebelah kanan selang 10-30 menit perjalanan!

Kalian pasti akan terpukau dengan penampakan pulau kecil nan eksotis dengan bangunan tua yang menjulang. Pulau ini bernama Pulau Kelor!

Pulau yang Terancam Hilang dan Tenggelam
Pulau ini memang secuil dari gugusan Kepulauan Seribu. Saking kecilnya, pulau ini bahkan hampir luput dari pengamatan satelit Google. Di pulau yang dahulu dikenal dengan nama Pulau Kherkof itu, menyimpan sejarah panjang dari periode awal kota Batavia yang kini menjadi Jakarta, ibu kota negara kita.

Benteng Martello, benteng indah yang bernasib suram karena terancam abrasi.

Bangunan tua yang menjulang itu adalah benteng Martello, yaitu sebuah benteng berbentuk lingkaran yang dibangun untuk tujuan pertahanan militer. Saat ini, benteng Martello di Pulau Kelor hanya tersisa lapisan dalamnya saja.

Benteng aslinya sebenarnya berdiri lebih lebar lagi. Benteng ini hancur disebabkan oleh tsunami Gunung Krakatau di abad ke-19. Selain itu, abrasi yang makin hari makin mengancam, juga menjadi musuh utama yang sangat berbahaya untuk memusnahkan pulau bersejarah ini.

Penampakan Pulau Kelor dari citra satelit Google. Hampir luput dari pengamatan, saking kecilnya!

National Geographic Indonesia memprediksi pulau ini akan hilang dan tenggelam 45 tahun dari sekarang. Hal itu sudah dapat terasa melihat data dari UPT Taman Arkeologi Onrust yang mengungkap bahwa pada tahun 1980-an, dimana Pulau Kelor memiliki luas sekitar 1,5 ha, namun kini luasnya tidak mencapai 1 ha. Abrasi yang mengikis pulau ini menjadi penyebab utama susutnya luas Pulau Kelor.

Sudah terlanjur…, kini Pulau Kelor dikelilingi beton-beton untuk mengurangi dampak abrasi.

Dari pulau cantik ini kita dapat melihat bahwa abrasi air laut tidak hanya menimbulkan kerugian ekologis dan ekonomis, tetapi juga kerugian historis. Bangsa Indonesia terancam kehilangan cagar budaya dan jejak peninggalan masa lampau yang menjadi bagian sejarah kita.

Sudah terlanjur…, kini Pulau Kelor dikelilingi beton-beton untuk mengurangi dampak abrasi. Yang tersisa hanya bangunan lapisan dalam bersama pelajaran supaya kita tidak lupa menjaga pesisir pantai. Jangan sampai, kita baru sadar ketika air laut sudah masuk ke rumah kita. Selamatkan Mangrove, Selamatkan Bumi!

(Sumber foto: dokumentasi pribadi/Detik/Google Map/Pulau Pramuka).

Open chat
1
Salam MANGROVER! Halo, ada yang bisa kami bantu?