MANGROVEMAGZ. Perkembangan jurnalisme lingkungan bagi beberapa kalangan memang tidak begitu memiliki daya tarik. Ditambah kurangnya berita tentang rubrikasi lingkungan dan “kemasan” mengenai bahasannya yang dirasa kurang menghibur, berakibat kurangnya minat pembaca sehingga tak sepopuler berita lainnya.
Seharusnya media jurnalisme dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana untuk memberikan informasi jurnalisme lingkungan, khususnya mangrove.
Nah, KeSEMaT sebagai salah satu organisasi lingkungan yang fokus pada mangrove, mengadakan agenda tahunannya yang bertajuk Seminar Nasional (Semnas) Mangrove Cultivation (MC) 2015 dengan tema Mangrove for Journalism (30/5).
Tujuan diadakannya Semnas ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada peserta mengenai jurnalistik, baik secara umum, jurnalistik lingkungan, dan jurnalistik mangrove.
Acara yang dihadiri oleh puluhan mahasiswa dari bermacam bidang keilmuan ini diadakan di Kampus Teluk Awur, Jepara, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.
Pada kesempatan kali ini, KeSEMaT mengundang tiga nara sumber yang memiliki latar belakang jurnalis, yaitu Yovita Rika (Editor – KOMPAS), Astari Aslam (Pembawa Acara Atmosphere – RTV), dan Ganis R. E. (Pemred – MANGROVEMAGZ)
Dalam seminarnya, Yovita membahas mengenai jurnalistik sebagai sarana komunikasi dan penyampaian informasi, mulai dari dasar-dasar jurnalistik hingga penerapannya pada saat teknis peliputan berita.
Foto bersama peserta Semnas MC 2015.
“Tips dan trik membuat judul yang menarik bisa digali dengan mendalami inti permasalahan yang sebenarnya,” ujarnya.
Selain itu, Astari menyampaikan pengalamannya tentang perjalanan jurnalistik dengan misi pelestarian lingkungan dalam bentuk film dokumenter dan mengemasnya menjadi lebih komunikatif.
“Saya memilih menjadi jurnalis karena jurnalis itu smart,” terangnya.
Tak kalah, Ganis R. E. memberikan gagasannya mengenai potensi mangrove yang dapat digali melalui kreativitas jurnalistik dan menjelaskan mengapa mangrove menjadi bahasan penting dalam dunia jurnalistik lingkungan.
“Harusnya, sejak dulu mangrove memiliki porsi yang lebih banyak mengingat tingkat kerusakannya yang sangat besar di Indonesia,” jelas Pemred majalah mangrove pertama di Indonesia ini.
(Sumber foto: dokumentasi pribadi).
Traveller, love nature.