MANGROVEMAGZ. Di musim penghujan seperti ini, media kita banyak sekali memberitakan mengenai kasus merebaknya demam berdarah (DBD) dan malaria. DBD dan malaria jadi momok yang menakutkan karena banyak memakan korban jiwa. Namun, tahukah Anda bahwa dengan menanam dan merawat mangrove, kasus DBD dan malaria bisa ditekan? Menilik judul di atas, pasti Anda bertanya-tanya tentang apa hubungan mangrove dengan DBD dan malaria. Apa benar, dengan menanam mangrove, kita akan terbebas dari DBD dan malaria?
Kasus DBD dan malaria, umumnya jarang terjadi pada daerah yang hutan mangrovenya masih bagus kondisinya. Sebaliknya, pada daaerah yang hutan mangrovenya sudah rusak atau bahkan telah dikonversi jadi lahan lain, kasus DBD dan malaria ini cenderung sering terjadi. Apa pasal?
Ternyata, hal ini dikarenakan, pada daaerah yang hutan mangrovenya masih bagus, populasi nyamuk vektor demam berdarah dan malaria dapat dikontrol oleh pemangsa alaminya sehingga tidak sampai booming. (LPP Mangrove, 2006).
Lebih lanjut, dilansir dari Blog Kelautan dan Perikanan Bulukumba, bahwa ekosistem alami nyamuk salah satunya adalah hutan mangrove. Di dalam ekosistem mangrove, rupanya nyamuk memegang peranan yang sangat penting dalam sistem rantai makanan. Nyamuk merupakan konsumer tingkat 1 dalam ekosistem ini, dan banyak ikan-ikan kecil dan hewan lainnya yang menjadikannya sebagai sumber makanan.
Namun, bagaimana peran mangrove dalam mencegah DBD? Ternyata, mangrove ini berfungsi sebagai “kelambu” alami nyamuk, Dalam ekosistem mangrove yang sehat, ternyata kebutuhan nyamuk sebagai konsumer tingkat 1 bisa terpenuhi karena dia bisa menghisap darah hewan-hewan yang juga banyak menggantungkan hidupnya pada mangrove, sebagai contoh berbagai bangsa primata, kelelawar, burung dan sebagainya. Untuk itulah, maka nyamuk ini sangat betah untuk bersarang di wilayah mangrove.
Namun, dengan timpangnya ekosistem mangrove saat ini (penebangan liar – red), pada akhirnya nyamuk-nyamuk tadi harus keluar dari sarangnya menuju ke pemukiman penduduk. Nyamuk ini, kemudian menyimpan telurnya di genangan-genangan air, baik itu skala kecil maupun yang lebih besar, seperti di kolam dan danau-danau buatan.
Pada akhirnya, populasi nyamuk semakin bertambah besar karena “kelambu” alami nyamuk (hutan mangrove – red), juga sudah tidak bisa lagi memainkan perannya.
Jadi, ternyata yang menjadi salah satu penyebab booming-nya Aedes aegypti dan Anopheles adalah rusaknya ekosistem mangrove. Dengan demikian, untuk mencegah dan mengatasi merebaknya DBD dan malaria, kita harus berupaya sekuat tenaga untuk merehabilitasi hutan mangrove yang rusak dan mengembalikannya ke bentuknya semula yang stabil dan seimbang.
Nah, sekarang Anda tahu, bagaimana untuk mulai mewujudkan hutan mangrove yang stabil dan seimbang tersebut? Bagaimana pula agar kita terbebas dari DBD dan malaria? Ya, benar. Tanam dan peliharalah hutan mangrove kita!
Traveller, love nature.